BUKIT MERESE, PANGGUNG DI ATAS SAMUDERA HINDIA
Teks & Foto: Dody Wiraseto
Lantunan suara emas Isyana Sarasvati di video klip Mimpi, tidak hanya membuat saya makin mengagumi kemampuan penyanyi cantik ini. Lebih dari itu, lokasi pembuatan video klip yang ia pilih telah membawa angan ini berjalan-jalan di atas bukit dengan ragam pantai yang eksotik. Baru kali ini saya terpukau melihat latar sebuah video klip lagu, bahkan melebihi penyanyi sendiri. Bukit Merese adalah mimpi yang harus segera diwujudkan.
“Kita sudah sampai Bukit Merese mas,” ujar Anom, pemandu saya di Lombok. Informasi yang juga mengakhiri kontemplasi saya terhadap keindahan bukit ini di video klip Isyana Sarasvati tersebut. Anom adalah pemandu sekaligus supir yang mengantar kemana pun tujuan saya selama di ibukota Nusa Tenggara Barat ini. Maklum saja, di Lombok untuk menyewa kendaraan “lepas kunci” harus ada jaminan Kartu Tanda Penduduk asli orang Lombok. Jika tidak ada, kita harus menyewa sekaligus supirnya.
Anom adalah teman perjalanan yang asyik sehingga tidak sulit menggali informasi tentang sosial, budaya dan bentang alam Lombok darinya. Itu sebabnya, sekitar satu jam perjalanan dari Kota Mataram bersamanya terasa berlalu begitu cepat. Sebagian langit masih gelap. Tidak ingin ketinggalan momen matahari terbit, saya bergegas mencari lokasi berburu matahari yang menarik.
Pikat Matahari TerbitDari pundak bukit, lanskap lautan luas terlihat. Deburan ombak dan semilir angin mengisi hening selama menuju puncak bukit. Dari sini, Pantai Tanjung Aan terlihat jelas. Segala aktivitas di pantai ini belum terlihat. Hanya semburat jingga saja yang perlahan menebal dan mulai bergeliat. Matahari mulai bergerak, pagi hari telah tiba.
Selaksa imaji kebesaran Sang Pencipta, bukit ini memberikan tempat terbaik untuk menikmati momen alami ini. Dari gugusan bukit-bukit yang mendominasi Pantai Tanjung Aan, matahari pagi mulai menyembul. Rona jingga semakin terang berpadu langit berwarna biru cerah. Tidak ada kata yang bisa terucap. Hanya syukur dan doa yang terlintas.
Matahari semakin meninggi memberi warna pada Pantai Tanjung Aan. Terpaan sinar matahari membuat Tanjung Aan berkilau bak permata. Wajah Pantai Tanjung Aan semakin terlihat setelah gelap tersingkap cahaya matahari. Perlahan seluruh bagian Bukit Merese kian terlihat jelas. Bukit berundak menganjur hingga mendekat Samudera Hindia.
Pantai Bukit Cula Badak
Bukit Merese merupakan salah satu bukit yang mengapit Tanjung Aan. Di sisi seberangnya adalah kawasan perbukitan yang berujung di Batu Payung yang ikonik. Dari atas bukit ini, Batu Payung dan Gua Kura-Kura diseberangnya juga bisa terlihat jelas. Sembari menghirup udara segar perbukitan dan debur ombak pagi, rasanya trekking adalah cara tepat menyempurnakan pengalaman pertama saya di bukit ini.
Dari kejauhan kabut tipis di atas permukiman warga masih mendominasi. Lautan biru berpadu hijaunya bukit menyegarkan mata. Dari atas bukit ini saya serasa berjalan di sebuah panggung yang berdiri di atas ganasnya Samudera Hindia. Meski liar, rumputnya tumbuh tidak melebihi telapak kaki. Beberapa orang yang datang bahkan memilih untuk bersantai sambil duduk atau rebahan di atas rumput. Di lerengnya sekumpulan sapi tampak asyik menikmati rumput segar ini.
Menariknya lagi, Bukit Merese punya akses langsung ke bibir pantai-pantai rahasia. Namun hanya terdapat dua pantai yang bisa diakses dari bukit ini. Salah satunya Pantai Bukit Cula Badak. Pantai ini bersisian dengan bukit yang ujungnya meruncing menyerupai cula badak. Bukit Cula Badak ini pula yang menjadi ujung perjalanan Bukit Merese.
Saya semakin larut dalam keelokan bukit ini. Panggung di atas Samudera Hindia yang membuat saya semakin jatuh cinta pada Lombok. Pantas saja Anom selalu menyebut Bukit Merese ini bukit cinta ke semua wisatawan yang ia bawa.
https://issuu.com/lionmagazine/docs/lionmag_mei_2017