ONDEL-ONDEL, BONEKA RAKSASA PENGUSIR ROH JAHAT
Teks & Foto: Faisyal – Ristiyono
Setiap daerah mempunyai identitas kebudayaan. Begitu pula Betawi dengan ondel-ondel sebagai salah satu bentuk identitas yang dipertahankan masyarakat Betawi hingga kini. Salah satu bukti nyata adalah masyarakat di Kampung Ondel-Ondel, Jalan Kramat Pulo, Jakarta. Dinamakan Kampung Ondel-ondel karena sebagian warga berprofesi sebagai pembuat atau perajin ondel-ondel.
Menurut Ketua Sanggar Betawi Mamit CS, Abdul Halif, tradisi membuat ondel-ondel di wilayah tersebut sudah berlangsung lama. ‘’Bapak saya sendiri adalah perajin ondel-ondel. Sekarang saya melanjutkannya,” tutur kecil Halif.
Beberapa ukuran ondel-ondel dibuat warga Kampung Ondel-Ondel. Yang besar berukuran tinggi 2,5 meter, 1,5 meter, dan 1 meter. Sedangkan yang kecil setinggi sekitar 45 cm dan 30 cm. Ukuran kecil lazim dipakai untuk hiasan rumah atau cinderamata (souvenir) bagi wisatawan yang melancong ke Jakarta.
Pembuatan ondel-ondel ukuran besar 2,5 meter, tutur Halif, butuh waktu sekitar satu minggu. Kerangka ondel-ondel berukuran besar ini terbuat dari bambu. Dibutuhkan sekitar dua batang bambu. Untuk baju menghabiskan sekitar 20 meter kain. Sedangkan muka ondel-ondel dibuat dari fiber.
Dulu muka ondel-ondel tidak dibuat dengan fiber, tetapi dari bubur kertas yang dicampur lem kemudian dimasukkan cetakan. ‘’Seiring perkembangan zaman, pembuatan muka ondel-ondel diganti sama fiber biar lebih mudah dan praktis. Kerangkanya pun tidak lagi menggunakan rotan, tapi bambu karena rotan sudah sulit dicari,” tutur Halif menerangkan.
Sumber Kehidupan
Tidak hanya upaya melestarikan identitas budaya dengan cara menjadi perajin ondel-ondel, sebagian warga di Kampung Ondel-Ondel memfungsikan boneka raksasa tersebut untuk mengamen untuk menopang kebutuhan ekonomi. Mulyadi salah satunya.
Sudah 10 tahun ia membuat ondel-ondel besar maupun kecil berukuran 30 cm. Dalam sepekan Mulyadi mampu menyelesaikan sekitar 10–15 ondel-ondel ukuran kecil. Namun, jika sepi pesanan maupun pembeli, Mulyadi dan rekan-rekannya menjadi pengamen ondel-ondel.
Mereka berkeliling Jakarta membawa ondel-ondel diiringi alunan musik Betawi. Cukup banyak alat musik yang dibawa dalam gerobak musik, seperti gong, gendang, kempul, kenes, dan tek yan. ‘’Sekali jalan sekitar 10 orang,” tutur Mulyadi.
Bertambahnya jumlah pengamen ondel-ondel belakangan ini membuat pendapatan Mulyadi dkk pun berkurang. Hasil mengamen sehari, paling banyak pendapatan untuk masing-masing personel sekitar Rp 80 ribu.
Iring-iringan Barongan
Dulu ondel-ondel diyakini sebagai wahana untuk menolak bala atau roh jahat yang mengganggu manusia. Bisa dipahami jika wajah ondel-ondel dibikin seram. Orang Betawi percaya, jika ondel-ondel diarak keliling kampung, kampung bersangkutan akan terhindar dari berbagai bala, seperti cacar dan wabah penyakit lainnya.
Menyadari begitu berat misi yang diemban ondel-ondel, kala membuat ondel-ondel masyarakat Betawi membuat sesajian atau mengadakan ritual khusus agar yang masuk ke boneka besar itu roh baik yang mampu mengusir roh jahat.
Seiring perubahan zaman, sekitar 1960-an pemerintah juga menempatkan peran dan fungsi ondel-ondel untuk kegiatan seni budaya. Wajah ondel-ondel juga mulai diubah menjadi lebih bagus sehingga enak dipandang. Ondel-ondel dipajang dan dilibatkan dalam berbagai kegiatan Seni Budaya Betawi.
Sebelum berganti nama menjadi ondel-ondel, boneka raksana ala Betawi ini disebut barongan. Dinamakan barongan karena ia diarak bersama-sama atau barengan. Sebutan itu sebenarnya dari kalimat ajakan dalam logat Betawi, ‘’Nyok, kite ngarak bareng-bareng.’’
Tidak ada data yang jelas sejak kapan nama barongan berubah menjadi ondel-ondel. Namun, kata Halif, nama barongan mulai berubah sejak lagu Ondel-ondel-nya Benyamin Sueb keluar. Sejak itu nama barongan perlahan-lahan hilang diganti menjadi ondel-ondel.
https://issuu.com/lionmagazine/docs/lionmag_juni_2017