PIKAT ALAMI PULAU HARI
Teks & Foto: Dody Wiraseto
Perahu-perahu mulai dirapatkan ke pelabuhan sederhana di Desa Wawatu. Kecamatan Moramo Utara, Kabupaten Konawe Selatan, Provinsi Sulawesi Tenggara. Aktivitas warga mulai terlihat dari balik rumah mungil yang berdiri kokoh di atas laut. Anak-anak berlarian dari satu ke rumah lain meniti jembatan kecil berkonstruksi tradisional. Sejumlah remaja lebih memilih beraktivitas di tepi pantai.
Pagi di Desa Wawatu sungguh menenangkan. Kesahajaan warganya membuat saya bisa melupakan sejenak penatnya Ibu Kota. Di desa berpenghuni mayoritas Suku Bajo ini pula realitas lain tentang kehidupan sosial masyarakat bisa saya saksikan langsung.
Laut merupakan kehidupan mereka. Laut menjadi tempat tinggal, gantungan hidup, serta sumber kebahagiaan yang berbeda dengan mereka yang terbiasa menghirup alam perkotaan.
Sebuah perahu, potret masyarakat Suku Bajo, mulai dilepas dari tambatan pelabuhan yang sebagian mulai rusak. Perahu melaju, menghilang dari pandangan. Saya beranjak mencari keindahan lain di wilayah Sulawesi Tenggara.
‘’Sudah siap menuju Pulau Hari?” tanya pengemudi perahu yang langsung saya jawab dengan bahasa tubuh penuh semangat untuk menuju salah satu pulau alami di Kabupaten Konawe Selatan.
Alami Tak Berpenghuni
Dari Desa Wawatu menuju Pulau Hari hanya butuh satu jam perjalanan. Sesekali kapal kecil saya berpapasan dengan kapal besar pengangkut penumpang menuju Buton dan Wakatobi. Konawe Selatan memang berfungsi sebagai pintu masuk wisatawan ke Wakatobi dan Buton. Bentang alam Konawe Selatan pun sejatinya juga tidak kalah dibandingkan pulau-pulau di sekitarnya yang sudah lebih dulu dikenal.
Gelombang laut yang bersahabat dan cuaca cerah mengiringi perjalanan menuju Pulau Hari. Saya pun menjejak Dermaga Pulau Hari, hanya berupa bangunan beratap biru dengan anak tangga licin penuh lumut. Pulau ini tidak berpenghuni, tetapi sudah memiliki saung-saung untuk wisatawan yang berniat bermalam. Tawaran ini yang menggoda saya dan beberapa rekan untuk tinggal semalam.
Pulau Hari tidak begitu luas. Sebutlah, mungkin, setengah lapangan sepak bola. Namun, sarana di pulau ini terbilang cukup memadai, seperti jalur trekking terbuat dari semen cor yang menembus rindang pepohonan. Garis pantainya terputus-putus dikelilingi bebatuan hitam padat. Masyarakat setempat menyebutnya Batu Moramo.
Dilihat dari bentuknya, bebatuan yang mengelilingi pantai itu seperti karst. Sebarannya hampir mendominasi pulau, mulai dari pinggir hingga ke tengah pantai. Bahkan di tengah pulau terdapat bukit karst sebagai titik tertinggi. Namun, bukit ini belum bisa didaki karena masih dikuasai tetumbuhan liar.
Pada salah satu sudut pantai terdapat menara pandang serta sebuah rumah sederhana di pinggir pantai. Dari sudut ini pula didapati garis pantai terpanjang berkontur landai. Pantai ini juga kerap dijadikan tempat singgah nelayan. Pengunjung berkesempatan membeli langsung hasil tangkapan mereka.
Titik Snorkeling dan Diving
Sudut lain di Pulau Hari, tepatnya bersisian dengan dermaga, merupakan lokasi snorkeling. Airnya superbening. Saking jernihnya, dari atas kapal pun saya sudah bisa menikmati keindahan karang-karangnya yang alami. Pun, kata salah seorang rekan yang menyelam, di lokasi snorkeling dan diving terdapat palung laut yang dipenuhi terumbu karang alami. Bentuknya seperti jurang terjal dengan ikan-ikan cantik beragam ukuran yang hilir-mudik.
Berdekatan dengan dermaga terdapat pulau batu kecil yang kerap dijadikan lokasi memancing oleh para pemancing lokal. Pulau batu kecil ini sekaligus ikon Pulau Hari. Suasananya tenang berhampar pasir putih bersih dan air lembayung biru kehijauan memesona.
Rasanya tepat yang pernah dikatakan Bupati Konawe Selatan H. Surunuddin Dangga ST, MM bahwa Pulau Hari merupakan salah satu destinasi unggulan di wilayahya. Destinasi wisata pulau alamai dengan ciri khas bebatuan hitam menjulang ini pun akan terus dikembangkan demi meningkatkan pariwisata di Konawe Selatan.
https://issuu.com/lionmagazine/docs/lionmag_juni_2017